Sabtu, 14 Januari 2012

MENGEMBANGKAN TUJUAN KINERJA DAN PERUMUSAN TES ACUAN PATOKAN

MENGEMBANGKAN TUJUAN KINERJA
DAN PERUMUSAN TES ACUAN PATOKAN

A.    Mengembangkan Tujuan Kinerja (Kompetensi dasar)
Pembelajaran menurut Benyamin S.Blomm dalam (Taxonomy of Education) menyangkut tiga aspek yakni: penguasaan pengetahuan, b) penguasaan sikap dan nilai-nilai, dan c) penguasaan keterampilan motorik., Konstruk taksonomi tersebut sebagai berikut:

Selanjutnya ranah-ranah pembelajaran dimasukd dijadikan acuan dalam perumusan tujuan pembelajaran dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi, tujuan pembelajaran dirumuskan mulai dari tujuan yang lebih umum menuju tujuan-tujuan yang lebih kusus dan operasional. Struktur tujuan dimaksu sebagai berikut:
 
 

Langkah selanjutnya dari setiap Kompetensi dasar di atas dirumuskan menjadi Indikator Kompetensi, dan dari setiap Indikator Kompetensi (I.K) itu barulah dirumuskan Tujuan-tujuan pembelajaran  

B.     Mengembangkan butir tes Acuan Patokan.

Butir-butir tes acuan patokan secara normative dirumuskan sebagai berikut:
1.    Mengacu pada tujuan pembelajaran yang telah  ditetapkan
2.    Mengacu pada prinsip-prinsip umum evaluasi yakni; validitas dan releabilitas (derajat ketepatan atau akurasi soal-soal tes, serta derajat kedipercayaannya). Validitas tes mencakup validitas isi (content validity), dan validitas konstruk (construct validity). Validitas konten yakni validitas substansi kemampuan tertentu yang dipertanyakan atau untuk dijawab siswa. Selanjutnya validitas konstruk mencakup rumusan atau struktur soal yang diajukan sebagai pertanyaan untuk dijawab siswa. (Gronlund dan Robbert LLinne; Measurement and Evaluation in Teaching, 1991).
3.    Menghindari apa yang disebut sebagai “clue” (petunjuk kea rah jawaban yang benar) dalam konstruk tes, terutama tes obyektif, dan persyaratan lainna.
Selanjutnya perlu ditetapkan terlebih dahulu patokan untuk penguasaan untuk setiap mata pelajaran atau Kriteria ketuntasan Minimal (KKM), untuk dijadikan standar pencapaian penguasaan mata pelajaran oleh peserta didik. KKM ditentukan poleh setiap sekolah (guru-guru) mata pelajaran serumpun di sekolah yang bersangkutan pada setiap awal semester dalam kurun waktu dua (2) tahunan. Merujuk pada Buku Pedoman Peningkatan Kualitas Guru Pendidikan Agama Islam dari Direktorat Pendidikan Agama pada Sekolah Kementerian Agama (PAI) Tahun 2011, KKM ditetapkan berdasarkan perhitungan: 0 – 4 atau 0 – 10 atau      0 – 100, atau A – E .
1.      Hasil analisis terhadap tingkat kesukaran SK-KD- dan Indikator Kompetensi (IK) silabus mata pelajaran. Perhitungannya: sbb:
a.       1 = Sangat Sukar
b.      2 = Sukar
c.       3 = Mudah
d.      4 = Sangat Mudah
2.      Daya Dukung untuk setiap mata pelajaran yang ada dan dimiliki masing-masing sekolah (satuan pendidikan), dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       4 = Sangat Mendukung
b.      3 = Mendukung
c.       2 = Rendah/ Tidak Mendukung
d.      1 = Sangat Tidak Mendukung
3.      Tingkat Kemampuan siswa pada mata setiap pelajaran, (ini bisa ditentukan berdasarkan nilai rapport rata-rata pada awal semester) atau nilai yang tercantum pada Surat tanda Lulus (STL) yang dibawa siswa dari sekolah asal, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       4 = Sangat Tinggi
b.      3 = Tinggi
c.       2 = Rendah
d.      1 = Sangat Rendah
Hasil perhitungan dari poin 1, 2, dan 3, selanjutnya dibagi kumulatif angka ideal (12) dikalikan 10 atau 100. Contoh untuk mata pelajaran PAI sebagai berikut:
1.      Tingkat Kesukaran silabus rata-ratanya       = 3
2.      Daya Dukung  rata-ratanya                         = 2
3.      Input Siswa mata pelajaran PAI                  = 3
Selanjutnya:       = _8_X 10 = 6,7
                               12
Artinya bahwa KKM Mata Pelajaran PAI adalah 6,7, dan ini berarti peserta didik yang belum mencapai angka 6,7 belum tuntas (belum lulus).
Secara teoretik penetapan KKM di atas mengacu pada konsep belajar tuntas (mastery learning), ini adalah prinsip dalam penerapan kurikulum berbasis kemampuan. Menurut John Carrol B; A Model of School Learning, bahwa KKM menjadi patokan bagi siswa untuk mengikuti atau tidak mengikuti sesi pelajaran berikutnya sebelum mencapai kelulusan minimal. Lanjut Carrol bahwa batas ketuntasan belajar (mastery learning) adalah 75 % – 80 %.

DAFTAR PUSTAKA

Bruce Joyce and Marsha Weil; Models of Teaching (Third Eddition), Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 1986.
Gary Anglin J; Instructional Technology (Past, Present, and Future), Second Eddition, Libraries Unlimited, Inc.  USA. 1995.
Gronlund dan Robbert LLinne; Measurement and Evaluation in Teaching, 1991.
Jerrold Kemp E, Gary Morrison R, Steven Ross M; Designing Effective Instruction, Macmillan Colledge Publishing Company, New York, 2002.
Kementerian Agama RI. Direktorat Jenderal kelembagaan Agama Islam, Direktoral Pendidikan Agama pada Madrasah, Pedoman Peningkatan Kualitas Guru Pendidikan Agama Islam (PAI), Tahun 2011.
Nana Syaodih Sukmadinata; Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek), Remaja Rosydakarya, Bandung, 2002
Rusman, Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru), Rajawali Press, Bandung, 2010.
Yusufhadi Miarso; Menyemai bednih Teknologi Pendidikan, Prenada Media, Rawamangun, Jakarta, 2005.

0 komentar:

Posting Komentar